Apa itu kesadaran ? Apa itu jiwa ? Di mana kesadaran dan jiwa manusia sesungguhnya berada ?
Pertanyaan tersebut terpantik setelah saya menonton White Christmas.
Meski narasi dan gaya penceritaannya sengaja berlapis sehingga membuat penonton penasaran, namun pada akhirnya pertanyaan itulah yang muncul di benak ini.
White Christmas sebetulnya menceritakan tentang 2 hal terkait kemajuan teknologi, namun keduanya dibungkus ke dalam satu vocal point : Keterasingan.
Kemajuan teknologi yang pertama adalah mata kita dapat langsung terintegrasi dengan kamera, namun kalau itu masih mencengangkan, melalui teknologi yang sama, kita bisa “memblok” kehadiran seseorang menjadi siluet abu-abu dengan suara yang dipendam. Tentu kita familiar dengan fitur “blocking” baik di Whatsapp maupun media sosial lain. This time, White Christmas menggambarkan bahwa seseorang bisa memblok orang lainnya secara fisik, sehingga mereka tidak bisa melihat satu sama selain selain siluet abu-abu dan tidak bisa mendengar apapun dari mereka kecuali suara terpendam.
Di sinilah keterasingan yang pertama dimunculkan. Teknologi memungkinkan seseorang diasingkan sepenuhnya tanpa benar-benar perlu diasingkan secara fisik. Cukup penglihatannya saja yang dibuat dia tidak bisa lagi melihat orang-orang yang ada disekelilingnya dalam bentuk dan bunyi yang seharusnya. Di White Christmas, karakter yang diperankan John Hamm menerima hukuman diblok oleh semua orang, sehingga dia tidak bisa berinteraksi dengan siapapun, termasuk orang-orang pun tidak bisa melihat John Hamm seutuhnya karena hanya berupa siluet berwarna merah. Must be maddening. How’s that for a punishment.
Kemajuan teknologi kedua digambarkan bahwa umat manusia sudah mampu menyalin kesadaran dan menyimpannya ke dalam suatu perangkat keras. Black Mirror mempesona saya melalui gagasan-gagasannya berani dan terkesan “blasphemous”. I mean, selain agama, tidak ada lagi yang bisa menjawab kemana seseorang “pergi” setelah jasadnya mati. Bagaimana jika sesuatu yang pergi paska matinya jasad, dapat disimpan di suatu perangkat yang dijalankan di dunia ini ? Amazing.
White Christmas menggambarkan teknologi yang dapat mentransfer kesadaran seseorang ke dalam suatu perangkat, di mana kesadaran ini betul-betul sama persis seperti seperti pemiliknya. Bahkan, digambarkan bahwa kesadaran yang disimpan dalam perangkat merupakan 100% salinan dari pemiliknya dan dapat “ditemui” dan “diajak berinteraksi” oleh orang lain di alam nyata saat ini (providing bahwa salinan kesadaran berada di dalam perangkat). Dan gilanya lagi, perangkat yang menyimpan salinan kesadaran ini dapat diatur waktu dan tempat si salinan kesadaran ini berada. For example, salinan kesadaran si A dapat ditempatkan di setting rumah kecil pada saat musim salju dengan setting waktu 1 menit di dunia nyata sama dengan 1 tahun di dunia perangkat. Hingga pada suatu adegan, penegak keadilan memutuskan untuk menghukum pelaku kejahatan dengan membiarkan salinan kesadarannya terjebak melihat dan mendengarkan hal yang sama selama 1000 tahun di waktu perangkat yang diset equal dengan 1 menit di dunia nyata, untuk ditinggalkan semalaman sementara penegak keadilan ini merayakan malam natal bersama keluarganya.
1 jam = 60 menit. Dan jika ditinggal semalaman, mungkin akan memakan waktu sektar 12 jam. Maka dari itu hukuman untuk pelaku kejahatan di White Christmas adalah 1000 x 60 x 12 = 720.000 tahun. Terasing. Sendiri.
Talk about hell.
Saya jadi ingat, pernah ada suatu kajian di Islam yang menyebut bahwa 1 hari di dunia sama dengan 1000 tahun di akhirat.
Who would’ve thought ?