Ketika kita memulai suatu kebiasaan baru dalam rangka membuat diri kita lebih disiplin, tantangannya adalah tetap menjalani apa yang dijanjikan pada diri sendiri, tidak peduli seberapa shitty diri ini tengah merasa, tidak peduli seberapa malas dan zero will-power kondisi kita saat itu.
Dua minggu sudah saya menjalani regime baru yang saya sendiri cukup surprise saya bisa menjalaninya dengan streak sempurna. Saya kira saya bisa menjalani terus, sampai saya memasuki minggu ketiga. Di sini, karena beberapa poin rutinitas regime saya sempat ter-interrupt karena ke Bandung (di mana beberapa di antaranya saya skip sampai dua hari berturut-turut), penyakit lama mulai menghantui.
Suara kecil di belakang kepala yang berbisik, “Sudahlah. Cukup sampai sini.”
Benar kata James Clear, kita boleh bolos dari apa yang sudah kita janjikan, tetapi kita tidak boleh membiarkan diri kita seperti itu terus-menerus. Kita harus kembali stick to our regime. Jika tidak, kata James, kebiasaan bolos itu akan cepat mengambil-alih menjadi kebiasaan baru yang sebetulnya sudah kadung tercetak di kebiasaan kita. Padahal kita sedang berusaha mencetak kebiasaan baru. Ini yang saya ingat-ingat betul.
Betapa mudah sekali jatuh ke perangkap ini. Awalnya cuma satu kali. Lama-lama dua kali, tiga kali, empat kali.. Hingga tanpa sadar, saya sudah melupakannya sama sekali dan kembali ke kebiasaan lama saya. Kebiasaan menyabotase diri sendiri. Sisi yang sangat saya benci dari diri saya sendiri.
Namun kali ini saya tidak boleh kembali ke kebiasaan lama saya itu. Saya sudah membuktikan ke diri saya sendiri bahwa saya bisa mempertahankan streak sampai 14 hari berturut-turut. Di minggu ke-3 mulai terjadi banyak hal-hal di luar program tetapi saya tidak boleh mengendur. Saya sadar bahwa saya sudah sampai sejauh ini, saya harus terus melanjutkannya sampai 30 hari penuh, lalu 60 hari penuh, lalu 90 hari penuh.
Kenapa ? Saya hanya ingin lihat dan penasaran, ada apa di hari ke-90 ketika saya berhasil menyelesaikan semuanya secara penuh. Mungkin tidak akan ada apa-apa, mungkin juga hari ke-90 akan sama saja dengan hari pertama. Namun, jika saya meyakini kisah si tukang batu di tulisan saya ini, maka saya harus terus menjalaninya. Jika hari ke-90 tidak ada apa-apa, saya haris percaya untuk meneruskannya sampai hari ke-120, atau bahkan hari ke-180, atau terus sampai ke hari ke-365. Membaca ulang angka-angka tersebut terasa berat dan sulit, namun saya tidak perlu memikirkannya.
Saya hanya perlu berjalan menunduk, fokus pada langkah kaki saya. Selangkah demi selangkah demi selangkah.
Selebihnya, biar Tuhan yang membawa saya ke tempat-tempat yang Dia inginkan.