Talent is Overrated

Bulan Mei lalu saya dikirimi file pdf berjudul “Talent is Overrated”. File pdf ini berisi petikkan gagasan inti dari penulis Geoff Colvin di bukunya yg berjudul sama.

Kalau sekilas baca judulnya, buku ini sepertinya termasuk yg menganggap bahwa definisi talenta adalah bakat/bawaan lahir. Saya sendiri belum pernah membaca buku ini, namun kiriman file pdf tadi membuat saya sedikit paham tentang gagasan inti dari buku itu.

Berdasarkan petikan-petikan gagasan di file pdf yang saya terima dan baca itu, percaya atau tidak, buku Geoff Colvin ini semakin memvalidasi gagasan tentang talenta di buku “First, Break All The Rule” karya Marcus Buckingham & Curt Coffman yang sekilas sudah saya tulis di sini.

File pdf itu menyatakan bahwa buku “Talent is Overrated” membandingkan peranan bakat sejak lahir versus kerja keras dan latihan sadar (deliberate practice) dalam kaitannya dengan kinerja yang ekselen. Tertulis begini: “Yang tidak disadari adalah bakat yamg seolah jatuh dari langit itu ternyata pada mulanya juga buah dari kerja keras (dan deliberate practice) yang dilakukan sejak usia dini.”

Ada kata kunci krusial di situ: dilakukan sejak usia dini.

Katanya, bakat atau talenta merupakan proses yang dibentuk secara sengaja sejak usia dini, bukan datang dari sononya. Misalnya, komposer klasik legendaris Mozart ternyata sudah berlatih main piano sejak usia 3 tahun. Warren Buffet belajar investasi saham sejak kelas 4 SD. Bill Gates belajar mati-matian tentang programming sejak SMP.

Untuk semakin mempertegas fakta di atas, buku ini menceritakan eksperimen yang menarik. Ada peneliti yang ingin membuktikan bahwa bakat bisa dibentuk. Dirinya lantas membuat iklan untuk siapapun yang mau menikah dengannya, asalkan rela anak-anaknya kelak akan digembleng menjadi pemain catur sejak usia 3 tahun. Setelah mendapatkan yang mau menikahi peneliti ini, mereka lantas dikaruniai 3 orang anak perempuan. Sesuai dengan rencana, ketiga anak perempuan ini diajari, dilatih, dan ditempa dengan semua hal tentang catur sejak usia mereka 3 tahun. Ditulis di situ, bahwa mereka digembleng habis sejak usia dini untuk mencintai dan bermain catur.

Hasilnya ternyata memukau, ketiga anak perempuan tersebut ketika dewasa semua menjadi juara catur dunia. Mereka adalah Zsuzsanna Polgar, Zsofia Polgar, dan Judit Polgar. Peneliti yang juga Ayah dari ketiga grandmaster ini adalah Laszlo Polgar, yang merupakan psikolog pendidikan sekaligus guru catur kelahiran Hungaria.

The Polgar Sisters: Judit-Zsofia-Zsuzsanna

Eksperimen Laszlo Polgar ini menegaskan gagasan bahwa kejeniusan itu bukan bawaan lahir tetapi sesuatu yang bisa dilatih. Yes, sampai sini kita bisa sama-sama menyimpulkan kalau ada benang merah tentang talenta antara yang ada di buku Geoff Colvin dengan yang ada di buku Marcus Buckingham & Curt Coffman. Keduanya saling melengkapi dalam hal bahwa talenta memang bukan bawaan lahir, bahwa talenta bisa dilatih (seperti yang diyakini oleh Laszlo dan Geoff), namun untuk bisa ke level jenius, talenta tersebut harus dilatih sejak dini (seperti yang diutarakan oleh Marcus & Curt). Di sini benang merahnya di antara keduanya: semua talenta bisa dimiliki oleh seseorang hingga level jenius, asalkan sudah dipelajari dan dilatih terus-menerus sejak dini.

Eksperimen terhadap The Polgar Sisters membenarkan gagasan di buku Marcus & Curt soal jalan tol sinapsis yang indah, bebas hambatan dan lebar di mana hubungan antara sel-sel otak di sinapsis ini berjalan sangat mulus dan kuat. Dalam hal The Polgar Sisters, jalan tol sinapsis bebas hambatan ini terkait semua tentang catur yang memang sejak dini sudah dicekoki demikian oleh orang tuanya.

Make sense ? 🙂

2 thoughts on “Talent is Overrated

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.