Black Mirror S1E2 – Fifteen Million Merit

Satu lagi satir dari Black Mirror di episode 2 berjudul Fifteen Million Merit. Meski diset seperti di masa depan, saya melihat bahwa hampir setiap elemen dari setting masa depan tersebut merupakan simbol yang relevan dengan keadaan dan kondisi di hari ini.

Orang-orang di sana setiap hari bersepeda untuk mengumpulkan merit. Mirip dengan kondisi saat ini di mana orang-orang bekerja, mengumpulkan uang, menghabiskannya, dan kembali bersepeda untuk melanjutkan siklusnya dari awal.

At some point of time, ketika merit sudah terkumpul, pesepeda tersebut dapat mencoba peruntungannya untuk menunjukkan bakatnya agar dapat keluar dari siklus itu.

Akhir ceritanya merupakan sesuatu yang satir dan sinis, cenderung nihilis kalau tidak mau disebut pessimist. Di dalam Fifteen Million Merit, sang pemeran utama bernama Bing tidak terima akan sistim yang berjalan setelah temannya yang bersuara emas berakhir menjadi bintang film porno setelah suara emas-nya dinilai tidak cukup baik. Bing, bekerja keras dan menabung merit, sampai mencapai 15 juta merit untuk tampil di acara talenta yang sama hanya untuk meracau akan ketidak-adilan sistem dan mengancam akan membunuh dirinya sendiri dengan potongan kaca tajam. Seluruh elemen acara talenta terdiam sebelum akhirnya salah satu dewan juri berdiri dan bertepuk tangan memuji aksi Bing yang dia nilai sangat otentik dan menginspirasi.

Kisah selanjutnya, Bing ditampilkan melakukan racauan dan ancaman yang sama, namun kali ini, dirinya melakukannya di depan kamera di acaranya sendiri yang mendapatkan sambutan luar biasa dari penduduk lain. Hidup Bing kini sudah jauh lebih baik daripada ketika dirinya mengayuh sepeda.

What can you get from this ?

Seseorang bisa saja begitu idealis menantang sistem, namun ketenaran dan kekayaan membuatnya menjadi partisipan sistem tersebut.

At some point of time, people are just the same.

Black Mirror S1E1 – National Anthem

Shocking and disturbing.

Itu 2 hal pertama yang timbul di benak saya sekian detik setelah episode National Anthem berakhir.

Pada episode tersebut, PM Inggris digambarkan bersetubuh dengan seekor babi. Yikes. And the almost the whole movie is all about preventing the poor guy to do such unspeakable. But to no avail.

The despair, the hopelessness.. Hanya untuk mengetahui kalau hal tersebut tidak perlu terjadi andai saja ada yang tahu bahwa sandera yang membuat si PM Inggris harus melakukan hal tersebut sudah dibebaskan 30 menit sebelum deadline.

Its sicken me. Its just not fair.

Tapi itulah Black Mirror. Sepertinya serial ini memang didesain untuk membuat kita merasa gak enak setelah menontonnya. Namun demikian menontonnya merupakan pengalaman tersendiri yang mengesankan.

Belum lagi kalau kita pikirkan makna dari pesan dan simbol yang ditampilkan di tiap-tiap episodenya. Penuh dengan satir dan sinisme akan kecanggihan dan perkembangan teknologi yang saat ini tengah melanda dunia sekitar kita.

Contohnya di National Anthem. Bagaimana media-sosial digambarkan menjadi suatu keributan yang dapat menekan kebijakan dan pengambilan keputusan kepala negara. Sosial media. We don’t even know the people behind the keyboard. But their power and influence felt so real. But is it ? Saya masih menjadi orang yang masih skeptis terhadap pengaruh media sosial terhadap suatu negara mengambil kebijakannya. Mungkin dalam beberapa hal dan juga bergantung sama negara tempat media sosial tersebut digunakan.  I believe di Indonesia sekarang sudah mulai masuk ke titik jenuh karena media sosial sekarang sudah dipenuh-sesaki oleh bot, passukan buzzer yang menggunakan media sosial untuk kepentingan politik tertentu.

In Indonesia, when it came to politics, its hard to see the sincerity anymore.