Berikut adalah terjemahan bebas saya untuk artikel tentang berkomunikasi di masa perubahan oleh Joanna Goodman & Catherine Tuss (2006). Enjoy 🙂
MEDIA DAN PESANNYA : BERKOMUNIKASI EFEKTIF DI MASA-MASA PERUBAHAN
ABSTRAK
Cara perusahaan berkomunikasi dengan karyawannya di masa-masa transformasi telah terbukti memiliki pengaruh signifikan terhadap kesuksesan transformasi itu, khususnya terhadap komitmen, semangat, dan retensi karyawan. Artikel kali ini akan membahas strategi komunikasi dari dua perusahaan ketika mereka mengalami transformasi beserta bagaimana imbasnya terhadap karyawan mereka. Ditemukan ternyata proses dan isi komunikasi adalah yang paling penting, khususnya adalah timing pesan, cocok-tidaknya strategi komunikasi dengan profil karyawan, penggunaan media atau saluran komunikasi yang tepat, serta fleksibilitas pesan dan upaya untuk meminimalisir ketidak-pastian. Berdasarkan penemuan penulis artikel ini, mereka akan menyampaikan model komunikasi internal yang efektif ketika perusahaan sedang bertransformasi.
Sudah banyak dibuktikan bahwa komunikasi yang efektif dan tepat adalah elemen vital bagi kesuksesan transformasi perusahaan (Lewin, 1951; Goodstein and Warner-Burke, 1991; Kotter, 1996). Komunikasi yang tepat akan sangat menolong karyawan memahami alasan mengapa harus berubah serta apa efek dari perubahan itu bagi diri mereka masing-masing. Pemahaman karyawan seperti ini, menurut para peneliti merupakan syarat pertama apabila transformasi perusahaan ingin sukses (Armenakis dan Harris, 2002; Balogun dan Hope-Hailey, 2003). Komunikasi yang tepat juga dipercaya bisa mengurangi penolakkan, mengurangi ketidak-pastian, meningkatkan komitmen dan keterlibatan karyawan dalam mendukung transformasi (Klein, 1996). Di level organisasi, komunikasi telah terbukti memegang peranan penting bagi para agen perubahan ketika mereka hendak mengubah budaya, struktur, dan norma perusahaan (Deal dan Kennedy, 1982; Lok dan Crawford, 1999; Pinnington dan Edwards, 2000).
Meski komunikasi dianggap sangat krusial untuk proses perubahan, peneliti Harkenss (2000) menemukan bahwa kepuasan karyawan terus menurun setelah menemukan puncaknya (di angka 50%) pada tahun 1987. Untuk, itu menentukan metode dan isi komunikasi yang tepat merupakan hal yang kompleks bagi para agen perubahan.
Metode Komunikasi
Metode komunikasi adalah mengenai timing dan salurannya (media komunikasinya). Menurut Klein (1996) konten dan media komunikasi haruslah fleksibel seiring dengan bergeraknya program-program transformasi. Strategi komunikasi yang statis atau itu-itu saja dinilai tidak efektif.
Terkait saluran atau media komunikasi agen perubahan bisa menggunakan semua saluran yang ada baik secara verbal, tulisan, maupun elektornik (Klein, 1996; Pitt et al., 2001). Menurut Balogun dan Hope-Hailey (2003) media komunikasi harus senantiasa dicocokkan dengan tingkat kepentingan dan kompleksitas pesannya begitu juga agar dicocokkan dengan tahapan transformasi.
Apapun saluran atau media yang dipilih untuk berkomunikasi, yang tak kalah pentingnya adalah bahwa komunikasi harus berjalan dua arah. Teori-teori komunikasi sudah jelas menyebutkan bahwa komunikasi yang efektif itu bergantung pada apakah pesan yang diterima sudah sesuai dengan maksud yang mengirimkan pesan tersebut. Untuk memastikan kesesuaian makna diantara pemberi pesan dengan penerima, harus dipastikan bahwa terdapat saluran yang menyediakan fasilitas interaksi dan umpan balik untuk memastikan terjadinya kesesuaian (Klein, 1996; Johnson and Scholes, 2002). Perlu juga diperhatikan bahwa peranan manajer fungsi utama (line managers) dan pemimpin opini (opinion leaders) di perusahaan adalah yang paling krusial dalam rantai komunikasi organisasi.
Selain saluran-saluran yang ada, peneliti juga menyebutkan pentingnya menggunakan jaringan komunikasi informal dalam organisasi. Hal ini bisa dilakukan melalui kelompok-kelompok karyawan atau melalui komunikasi online (Lok dan Crawford, 1999).
Konten Komunikasi
Konten komunikasi adalah isi informasi apa yang disampaikan kepada karyawan sebelum transformasi, ketika masa transformasi, dan juga setelah transformasi perusahaan selesai. Konten komunikasi juga melibatkan informasi apa yang perlu didapat dari karyawan untuk kelancaran proses transformasi.
Kitchen dan Daly (2002) menyebutkan terdapat tiga tipe informasi yang mempengaruhi karyawan secara langsung ketika perusahaannya bertransformasi : (1) apa yang harus (must) diketahui karyawan seperti informasi spesifik terkait pekerjaan mereka masing-masing, (2) apa yang sebaiknya (should) diketahui karyawan terkait perusahaan, dan (3) apa yang bisa (could) diketahui oleh karyawan seperti hal-hal trivial semacam gosip, dll. Selanjutnya, tujuan dari isi atau konten komunikasi adalah :
- Menyebar-luaskan (Joffe and Glynn, 2002)
- Melibatkan karyawan dengan menerima masukkan dari mereka terkait proses dan isi perubahan perusahaan (Kitchen dan Daly, 2002)
- Meminimalisir ketidak-pastian (Klein, 1996)
- Mengatasi hambatan perubahan (Carnall, 1997)
- Mendapatkan komitmen dari karyawan (Kotter, 1996)
- Upaya mengubah status quo (Balogun dan Hope-Hailey, 2003)
Studi Kasus
Terdapat dua perusahaan yang jadi studi kasus kali ini. Mereka adalah PubCo dan OilCo. PubCo memiliki perusahaan sekitar 100 orang yang merupakan organisasi non-profit di sektor publik. PubCo memproduksi laporan harian untuk parlemen. Sejak 1997, PubCo mengalami perubahan setelah mondernisasi parlemen dan metode produksi laporan elektronik. Perubahan ini juga ditambah dengan perubahan di level manajemen atas PubCo serta rotasi setengah staff PubCo ke lokasi yang berbeda-beda. Di masa transformasi ini, PubCo mengalami turnover karyawan yang cukup tinggi sekitar 20 – 25% per tahun. Turnover ini jumlahnya jadi berlipat-ganda di bulan ke-6 setelah terjadi perubahan di top management di tahun 1997. Perubahan yang menjadi fokus studi ini adalah bagaimana PubCo mensosialisasikan jam kerja baru, imbas perubahan terhadap gaji karyawan termasuk kondisi-kondisi lain yang mempengaruhi gaji mereka, seperti misalnya, hilangnya lembur, yang selama ini menjadi proporsi cukup banyak bagi gaji mereka selama ini.
Perusahaan kedua bernama OilCo, konsultan di bidang eksplorasi minyak. Bisnis OilCo sifatnya berfokus per proyek yang mana karyawan mereka mereka biasa disebar ke kantor atau tempat kerja klien mereka baik itu di lepas pantai maupun di luar negeri. OilCo tengah mencanangkan strategi pertumbuhan perusahaan di mana mereka juga memang telah bertumbuh 50% dari sisi pendapatan pada 3 tahun terakhir ini. Perubahan besar yang dialami OilCo adalah kemungkinan memindahkan kantor pusat OilCo yang tadinya berada di London.
Studi Kasus—Konteks Perubahan
Kedua perusahaan ini merupakan organisasi dengan ceruk pasar khusus yang hanya memiliki karyawan sekitar 100 orang. Kedua perusahaan ini juga dipaksa berubah oleh faktor eksternal. Untuk kasusnya PubCo perubahan besarnya adalah perubahan jam kerja yang sudah diresmikan oleh Perdana Menteri. Untuk OilCo, perubahannya adalah relokasi kantor pusat mereka karena masa sewa kantor sekarang sudah habis.
Atas perubahan ini, kedua perusahaan ini berusaha meminimalisir efek-efek negatif yang mungkin terjadi pada produktivitas, efisiensi, hubungan karyawan, semangat, dan retensi. Keduanya tidak punya niat untuk melakukan downsize.
Studi Kasus—Komunikasi yang Dilakukan Selama Transformasi
Perspektif Manajer
Manajer-manajer baru PubCo sepakat bahwa terdapat kurang komunikasi terkait upaya perubahan ini. Saluran komunikasi internal digunakan untuk menyampaikan kepada karyawan bahwa perubahan sudah tidak mungkin dihentikan lagi. 30% karyawan yang mendapatkan efek secara finansial tidak diberikan kompensasi apa-apa, dan para manajer-pun mengambil sikap “wait and see”. Karena itu, para manajer itu merasa tidak ada apa-apa ketika ada reaksi negatif dari para staff-nya, termasuk terdapat kemungkinan peningkatan turnover di masa transformasi ini. Perubahan ini sudah diumumkan sejak Juli 2002 dan diimplementasi di Januari 2003, tetapi rapat dengan seluruh karyawan terkait perubahan ini baru dilaksanakan pada bulan Oktober 2002. Satu manajer berkomentar, “Melihat reaksi orang-orang untuk berubah setelah perubahan itu dicanangkan, terlihat baik, tetapi itu tidak efektif.”
Para manajer ini setuju bahwa wadah untuk komunikasi dua-arah sangatlah kurang di program transformasi ini. Mereka juga merasa bahwa para karyawan tidak mengeluarkan respon apa-apa di rapat dengan karyawan sebelumnya. “Kalau memang karyawan tidak mau terlibat, ya jangan komplen sama hasilnya,” cetus salah seorang manajer. Manajer-manajer baru ini juga tidak berkesempatan untuk mengadakan masa transisi dari pemberlakuan jam kerja baru ini. Kata mereka, “Perubahannya sudah datang dan kita harus betul-betul berubah. Pendekatan yang mereka lakukan selama masa perubahan ini adalah business as usual, walaupun isi perubahan ini (tidak ada lembur) sama sekali bukanlah business as usual.
Mereka merasa karyawan tidak terinformasi dengan baik, ditambah dengan fakta bahwa tim manajer baru ini tidak diakui secara eksplisit bahwa mereka juga bertindak sebagai saluran komunikasi untuk perubahan ini. Sebagai konsekuensinya, jaringan informal mendominasi.
Di PubCo tidak ada desain strategi komunikasi yang jelas dari atas. Manajer yang lain menyoroti bahwa tim manajemen PubCo tidak memiliki banyak kuasa terhadap perubahan ini. Keputusan datang dari negara (Perdana Menteri) dan manajemen PubCo tidak punya banyak pilihan untuk mengimplementasinya segera. Di samping itu, PubCo juga kurang berpengalaman dalam mengelola perubahan hal ini berimbas pada tidak ada strategi komunikasi perubahan yang jelas. Ketika mereka bertransformasi di tahun 1997, penanganannya sangat buruk.
Manajer di PubCo sadar bahwa perubahan seperti ini akan berdampak pada rekrumen retensi karyawan, namun mereka sepakat bahwa mereka tidak punya banyak ruang untuk mengatasi persoalan ini. Tidak ada bukti bahwa PubCo memberikan imbalan atau memberi penghargaan bagi karyawan yang berkontribusi kepada program perubahan. Terdapat juga concern bahwa staff tidak tidak menyadari bahwa para manajer tidak bisa berbuat apa-apa terkait gaji dan benefit di PubCo paska tuntutan berubah ini. Kata para manajer, “staff merasa kalau kita tidak memberikan mereka informasi yang cukup, sedangkan kita juga tidak cukup memberitahu mereka kalau kita sama tidak tahunya,”
Terjadi hal yang berbeda OilCo. Semua manajer sadar akan adanya sistem komunikasi dan strateginya yang sudah jelas sejak awal untuk menjalankan transformasi mereka. Hal ini menjadi penting karena staff OilCo tersebar di berbagai penjuru dunia. Seorang manajer mengatakan, “manajemen OilCo sadar bahwa semakin banyak mereka menginformasikan karyawannya, semakin besar input yang bisa mereka dapat. Pendekatan komunikasi yang penuh keterbukaan akan mengurangi penyebaran isu-isu yang menyesatkan yang mengakibatkan insekuritas karyawan.” Manajemen OilCo memutuskan untuk menginformasikan karyawan 2 tahun lebih awal.
Mereka memulai dengan mengirimkan memo kepada seluruh karyawan terkait mengapa mereka harus pindah serta implikasik kepindahan kantor ini terhadap berbagai opsi bonus pool serta menanyakan pada mereka preferensinya masing-masing. Mereka meng-hire konsultan eksternal untuk menemukan kebutuhan para manajer dan staff-nya. Salah satu manajer senior berkata “kami ingin melakukan ini semua dengan benar.. Survey dan konsultansi eksternal itu ibarat mengadakan forum terbuka antar kami dan karyawan.”
Media komunikasi utama yang digunakan oleh OilCo adalah pertemuan tatap muka, dikombinasikan dengan email dan surveys, di mana semua ini didesain untuk juga memancing input dan feedback dari karyawan. OilCo juga mendesain sistem pemberian imbalan bagi siapa saja yang saran dan masukkannya bermanfaat untuk profitabilitas, efisiensi perusahaan.. Ditambah, prestasi-prestasi individu pun dirayakan dengan baik.
Perlu diakui bahwa jenis perubahan OilCo lebih ringan dan mudah ketimbang PubCo.
Selain itu, dapat disimpulkan juga bahwa PubCo mengadopsi pendekatan komunikasi yang lebih reaktif, di mana OilCo sudah mengembangkan pendekatan komunikasi yang lebih strategis, mengundang keterlibatan dari seluruh karyawan, termasuk memberikan insentif positif bagi siapapun yang berkontribusi.
Perspektif Karyawan
Mayoritas karyawan PubCo mengetahui tentang rencana perubahan besar ini dari laporan Komite Publik (84%), ketimbang mengetahuinya langsung dari pimpinan mereka. 42%-nya sudah mengetahui dari rapat-rapat dan 36%-nya dari email dan memo. Menariknya, sekitar 39% mengetahuinya dari rekan kerja mereka yang mana menunjukkan eksistensi kuat dari jaringan komunikasi informal antar karyawan.
Di OilCo, 40% karyawan mengetahui tentang perubahan perusahaan dari dari rapat karyawan atau melalui email dan memo (47%). Sekitar 27% mendengar dari rekan kerja mereka.
Dalam hal pengetahuan bahwa perubahan ini akan berefek pada penghasilan mereka, 77% karyawan PubCo tidak mengetahui akan implikasi perubahan perusahaan mereka terhadap gaji mereka, di mana di OilCo hanya 40% saja. Cukup mengejutkan apabila 40% karyawan OilCo tidak mengetahui tentang implikasi perubahan perusahaan mereka terhadap penghasilan mereka, mengingat strategi komunikasi mereka telah dirancang sedemikian-rupa.
Terkait konsultansi kepada karyawan terkait perubahan, hanya 16% dari karyawan PubCo yang mengaku bahwa mereka pernah diminta pendapat terkait perubahan di perusahaan mereka. Di OilCo, angka ini mencapai 60%. Lagi-lagi cukup mengejutkan apabila terdapat 40% karyawan OilCo yang mengaku tidak dimintai pendapat terkait perubahan ini.
Responden juga ditanya apakah mereka ingin dimintai pendapat terkait perubahan di dalam perusahaannya. 90% responden di Pubco dan 67% di OilCo menjawab ya.
Dalam survey juga ditanyakan saluran komunikasi mana yang menjadi preferensi utama mereka bagi perusahaan dalam mengkomunikasikan perubahan ini. 68% responden di PubCo lebih setuju dengan komunikasi tatap muka di dalam setting focused group discussion, sedangkan di OilCo sebanyak 60% yang menjawab hal yang sama. Di OilCo sebanyak 73% lebih prefer saluran tatap muka. Saluran yang paling tidak disukai di OilCo adalah memo, buletin atau papan pengumuman dan newsletter karyawan. Di PubCo yang paling tidak disukai adalah via telepon. Data di penelitian ini pada intinya menyebutkan bahwa media tata muka secara langsung dalam setting kelompok adalah yang paling disukai ketimbang komunikasi antar individu maupun komunikasi tertulis.
Terkait timing komunikasi atau pemberitahuan tentang perubahan, 80% di OilCo dan 71% di PubCo mengatakan mereka baru mengetahui tentang perubahan ini setelah kejadian—sangat mengejutkan lagi jika ini terjadi di OilCo. Hanya 23% di PubCo dan 13% di OilCo yang mengaku mendapatkan pemberitahuan secara tepat waktu. Sekitar 32% di PubCo dan 20% di OilCO yang mengatakan bahwa mereka mereka adalah yang paling akhir mengetahui tentang perubahan di perusahaan mereka, tetapi mereka yang paling pertama merasakan akibatnya. Lagi-lagi penemuan ini menjadi penemuan yang diluar dugaan untuk OilCo.
Karyawan di kedua perusahaan ini juga ditanya seberapa setuju atau tidak setuju mereka terkait berbagai statement yang ada di dalam isi komunikasi mereka selama masa transformasi. Hanya 26% di PubCo dan 27% di OilCo yang merasa bahwa manajemen bener-bener mampu menyentuh concern mereka, meskipun OilCo sudah mendesain komunikasi mereka dengan hati-hati. Meski demikian, 40% di OilCo setuju bahwa manajemen sudah menyampaikan pesannya dengan jelas, sedangkan di PubCo hanya 10%. Respon terhadap pernyataan “orang lain lebih paham tentang perubahan ini ketimbang saya” juga cukup mengejutkan, 65% di PubCo dan 80% di OilCo menjawab setuju dan sangat setuju. Hanya 20% di PubCo yang merasa sudah paham bahwa perubahan ini akan mempengaruhi mereka, dibandingkan dengan 39% di OilCo. Hanya 13% di PubCo yang merasa bahwa pesan mengenai perubahan dan efeknya terhadap pekerjaan mereka sudah dikomunikasikan dengan jelas, jika dibandingkan dengan 20% di OilCo. Hanya 13% di PubCo dan 27% di OilCo yang merasa bahwa jumlah komunikasi yang dilakukan manajemen sudah cukup, serta hanya 26% di PubCo dan 27% di OilCo yang setuju bahwa tipe atau jenis saluran komunikasi yang digunakan sudah cukup.
Diskusi dan Kesimpulan
Riset ini telah menyingkap pandangan negatif terkait upaya komunikasi dari manajemen meskipun manajemen perusahaan sudah menggunakan strategi dan manajemen komunikasi yang bermacam-macam.
Umumnya, karyawan di kedua perusahaan merasa bahwa mereka baru terinformasi terkait perubahan di perusahaan mereka setelah, ketimbang sebelum kejadian perubahan. Mereka juga merasa bahwa manajemen tidak langsung menyentuh concern terdalam karyawan. Mereka juga merasa orang lain sepertinya lebih terinformasi dengan baik ketimbang dirinya sendiri. Mereka juga merasa kebanyakan kalo mereka tidak memahami efek dari perubahan perusahaan mereka terhadap pekerjaan mereka.
Penemuan di PubCo tidak begitu mengejutkan, mengingat pada dasarnya manajemen PubCo tidak mengetengahkan satu sistem strategi komunikasi yang jelas untuk mengkomunikasikan perubahan ini. Tetapi menariknya di OilCo, terdapat strategi komunikasi perubahan yang jelas dan didesain dengan baik. Manajemen OilCo sepakat bahwa komunikasi itu sangat penting untuk mendukung perubahan yang mereka alami. OilCo sudah meminta pendapat karyawan-karyawannya terkait perubahan ini sebelum perubahannya betul-betul harus terjadi. OilCo juga sudah mengkomunikasikan terkait perubahan ini 2 tahun sebelum mereka harus pindah kantor. OilCo juga mengadakan sistem reward dan insentif bagi siapapun karyawan yang berkontribusi positif terhadap upaya perubahan mereka. Perencanaan seperti ini jelas memiliki nilai positif bagi : awareness karyawan terkait dampak perubahan bagi pribadi masing-masing, bagaimana karyawan dimintai pendapat terkait upaya perubahan, bagaimana perusahaan mengupdate progress perubahan, dan kejelasan dari pesan yang ada. Meski demikian tetap ada hal-hal negatif yang terjadi seperti yang dijelaskan di atas, yang mana hal ini semakin mengetengahkan pentingnya feedback dan respon segera dari karyawan terkait upaya-upaya komunikasi yang dilakukan oleh perusahaan. Semestinya OilCo mengembangkan mekanisme evaluasi terhadap strategi komunikasi mereka supaya mereka bisa mengidentifikasi adanya miskomunikasi atau salah strategi sejak awal (Klein, 1996). Hal ini dibuktikan dengan rendahnya tingkat persetujuan karyawan terkait jumlah dan jenis saluran komunikasi yang digunakan oleh OilCo ketika mengkomunikasikan rencana perubahannya, serta fakta bahwa masih banyak dari karyawan OilCo yang mengetahui tentang perubahan ini setelah kejadian perubahannya terjadi.
Lantas, apa yang bisa dilakukan oleh manajer supaya bisa berkomunikasi efektif selama masa perubahan di perusahaan ?
Di gambar 3 di atas terdapat change communication wheel yang merupakan perpaduan dari apa yang didapat selama riset dengan apa yang ada di literatur.
Roda di atas terbagi ke dalam 4 kuadran : pesan (message), media (media), saluran (channel), dan pendekatan (approach). Ini adalah empat aspek dari komunikasi di mana para manajer perubahan harus terus membuat keputusan-keputusan aktif pendekatan mana saja yang paling cocok dengan situasi-situasi tertentu. Pendekatan terbaik bergantung pada hal di luar bagai di atas yaitu konteks organisasi (organizational context), karakteristik perubahan (change programme characteristic), tujuan komunikasi (purpose of communication) dan respon dari karyawan (employee response).
Adanya konteks organisasional (organizational context) merefleksikan sebuah fakta bahwa apa yang cocok di satu konteks belum tentu cocok di konteks lain (Balogun dan Hope-Hailey, 2003). Hal ini haruslah dipertimbangkan ketika manajer hendak mendesain program komunikasi. Demikian juga dngan karakteristik perubahan yang akan dilakukan (change programme characteristic). Karakteristik perubahan akan sangat mempengaruhi pilihan komunikasi yang akan diambil (Armenakis dan Harris, 2002).
Di kasus OilCo, perubahannya adalah relokasi kantor. Hal ini tentu memerlukan strategi komunikasi yang berbeda-beda dari program perubahan yang berkaitan dengan budaya perusahaan. Respon karyawan (employee response) juga harus bisa mempengaruhi strategi komunikasi seiring dengan perubahan ini berjalan, di mana hal ini mengharuskan fleksibilitas strategi terhadap berbagai respon karyawan yang ada. Kelemahannya di OilCo, mereka tidak membuat semacam wadah untuk umpan balik atau respon yang terukur dari karyawan, sehingga mereka tidak tahu seberapa efektif-nya kah komunikasi yang sudah mereka lakukan.
Finally, tujuan dari komunikasi (purpose of communication) merupakan faktor yang paling penting. Tujuan komunikasi akan berubah-ubah selama perubahan itu berlangsung. Karena itu, sangat penting bagi para manajer untuk memahami fase-fase perubahan dan mendesain komunikasinya sesuai dengan fase-fase tersebut. Berikut contoh dari tujuan komunikasi yang mungkin ditetapkan :
- Mendapatkan dukungan individual dari karyawan
- Mendapatkan komitmen dari karyawan untuk berubah
- Meminimalisir penolakkan terhadap perubahan
- Mengurangi kegelisahan karyawan
- Memastikan bahwa tujuan perubahan sudah jelas
- Berbagai informasi dan visi perubahaan baru
- Menantang status quo untuk berubah
- Mendapatkan kejelasan akan situasi perubahan
- Meminimalisir ketidak-pastian
Di dalam bagan roda di atas, kuadran pertama adalah message atau pesan. Message terdiri dari apa yang wajib karyawan ketahui (must), apa yang sebaiknya karyawan ketahui (should), dan apa yang bisa karyawan ketahui (could). Manajer perubahan haruslah memiliki kejelasan ke dalam kategori yang mana, informasi yang akan dia komunikasikan masuk. Kuadran media terdiri dari media tertulis, media verbal atau media elektronik. Media-media ini harus berjalan beriringan dengan saluran (channel) yang dipilih, karena hal ini sangat penting (Klein, 1996). Responden di kedua perusahaan lebih menyukai komunikasi tatap muka secara verbal sebagai saluran dan media utama ketika perubahan tengah diumumkan. Hal ini mendukung gagasan Klein yang mengatakan bahwa pertemuan kelompok atau rapat merupakan elemen penting dalam mengkomunikasikan perubahan.
Namun demikian, penggunaan berbagai jenis media itu diperlukan apabila perubahan perusahaan dikategorikan besar (major change) (Klein, 1996).
Kuadran terakhir adalah approach atau pendekatan. Hal ini bisa bermacam-macam dari mulai highly coercive (bersifat sangat memaksa) dan highly consultative (bersifat sangat demokratis) (Balogun dan Hope-Hailey, 2003).
4 elemen dalam bagan roda di atas harus dipertimbangkan secara menyeluruh dan satu kesatuan.
Kesimpulan kami, mengapa strategi komunikasi yang dipakai di OilCo hanya sedikit keberhasilannya, adalah karena adanya mismatch atau ketidak-cocokkan di antara penggunaan media dan saluran komunikasi dengan pesan dan pendekatannya. Di OilCo, barangkali media verbal dan salurannya (manajer, team leaders, dan kelompok) sudah cocok, tetapi pendekatan yang digunakan adalah direktif atau memaksa, sehingga karyawan tidak memiliki banyak pilihan kecuali mengikuti apa yang sudah ditetapkan oleh perusahaan. Pesan yang didesain oleh OilCo juga dianggap gagal dalam menginformasikan kepada karyawannya terkait hal-hal yang wajib mereka ketahui.
Untuk itu, dapat disimpulkan bahwa tantangan utama dari komunikasi perubahan adalah mencapai kecocokkan yang efektif antara 4 kuadran di bagan roda sambil mempertimbangkan 4 konteks di luar bagan itu secara bersamaan.