Kita tidak bisa mempercayai mata ini sepenuhnya.
What is seen deceives you.
Sedihnya, kita cenderung mengambil kesimpulan yg begitu decisive terhadap emotional state solely based on what is happening before our eyes.
Ditambah dengan kecanduan kita terhadap social media. Lengkap sudah.
Parade kebahagiaan dari orang-orang sekitar. Tentang pertemuan hangat dan intim dengan teman dan keluarga. Tentang anak-anak mereka yg menggemaskan. Tentang perjalanan mereka ke tempat-tempat yg mengagumkan ke pelosok dunia. Tentang prestasi dan pencapaian mereka yg berkilauan.
Kita melihatnya. Dan kadang benak ini tak pelak mengkerdilkan diri masuk ke lubang gelap dingin bersama teman imajiner yg kerjanya hanya berbisik : “Sepertinya hanya engkau-lah satu-satunya yg tidak bahagia.”
Nyatanya kita tidak pernah bisa mengetahui keadaan orang lain yg sebenar-benarnya. Apalagi orang-orang yg lebih sering kita ketahui kehidupannya lewat social media.
People have their own problem, katanya, no matter how shiny they looked before your eyes.
Everyone fought their own battle, katanya.