[Old-Post] The Last Samurai : Reflecting to the Now, where Devotion is Scarce

Film lain yang memberi impact cukup dalam menurut saya adalah film-nya Tom Cruise, The Last Samurai (2003).

Ada satu kalimat yang sampai detik ini masih terngiang-ngiang di benak yaitu :

They are an intriguing people (mengacu ke orang-orang di desa Samurai), from the moment they wake.. They devoted themselves to the perfection of whatever they pursue. I have never seen such discipline.”

Devotion. Toward perfection.

Kata-kata itu begitu menancap dalam di benak ini.

Apa rasanya memiliki rasa pengabdian tak tergoyahkan akan sesuatu hal ?

Bahasa sekarangnya mungkin adalah komitmen dan disiplin.

Its a hard thing to do. Really.

Saya coba menelaah mengapa ini sulit dilakukan dari berbagai sisi.

Yang pertama adalah perbedaan zaman. Zaman sekarang, terlalu banyak distraction. TV, radio, box office movie, video game, social media, youtube. Flood of information. We are getting more than we can grasp and even comprehend. Zaman sekarang adalah zaman di mana fokus semakin sulit dilakukan.

Ngerjain tugas, cari bahan di googling, tiba-tiba perhatian tertarik sama hasil search google yang lain, klik ke sana, ternyata isinya menarik, and gone..

Niatnya break ngerjain tugas dengan cara youtube-ing, niatnya nonton satu video klip, terus liat tabel youtube recommendation, banyak hal-hal yang menarik di sana, klik ke situ, nonton, klik lagi lanjutannya, nonton, one thing led to another, and gone..

Siapa bilang kalau zaman sekarang itu hidup jadi lebih mudah ? No it is not.

Kalau zaman dulu memang basically there is nothing else to do selain melakukan apa yang dilakukan oleh samurai-samurai itu. Zaman sekarang memang lebih serba lebih mudah dan nyaman dalam hal akses informasi, tetapi itu ternyata menimbulkan korosi terhadap fokus dan disiplin diri.

Kayanya belum pernah umat manusia diuji seperti ini di zaman-zaman sebelumnya. Tantangannya makin berat.

Manusia sekarang diuji bukan karena kekurangan resource kaya di zaman dulu, tetapi karena kelebihan resource, terutama informasi.

Manusia sekarang secara konstan diuji terus kapasitas fokus, konsistensi, dan komitmennya.

Zaman sekarang begitu kompleks, rumit, dan.. Berisik.. Sehingga kesederhaan dan hal minimalistik adalah sesuatu yang begitu dirindukan. Setidaknya bagi saya.

Yang berikutnya mungkin adalah efek pendidikan orang tua. Well, bahkan Ibu saya pernah bilang kalau : “Ini salah mamah, mamah dulu terlalu memanjakan kalian.”

Orang tua zaman sekarang dengan segala kemudahan teknologi itu akhirnya jadi cenderung lembek dan terlalu memanjakan anak-anaknya. Dan anak-anak ini, dengan pengetahuan dan akses tanpa batas ke dunia luar mereka, jadi lebih banyak punya referensi tentang apa yang terjadi di luar sana. Akselerasi kecerdasan mereka akan semakin menggila.

Lagi-lagi, belum pernah sebelumnya orang tua diuji oleh pendidikan anaknya sendiri seperti di zaman sekarang. Membesarkan anak di zaman sekarang keliatannya adalah sesuatu yang penuh resiko. Terutama bagi si anak itu.

Si anak bisa menjadi sangat cerdas dan pintar dengan sebegitu instan, sehingga mereka jadi lack of appreciation terhadap proses. Well, ini hanya pandangan saya. Saya sendiri belum pernah membesarkan anak.

Tetapi poin utamanya adalah, zaman sekarang orang-orang sepertinya pingin segala sesuatu serba instan. Dan saya sendiri memiliki kecenderungan seperti itu. Mengerikan.

Makin ke sini, berarti manusia semakin menyimpang dari apa yang sudah digariskan oleh alam. I mean, there is nothing instant in this universe. Alam sudah mengajarkan kita bahwa segala sesuatunya bertumbuh perlahan dengan anggun dan pasti, memenuhi takdirnya sendiri-sendiri, terus bertumbuh hingga akhir. Akhirnya kapan ? Tidak ada yang tahu, but it doesn’t matter, they will keep growing without a scent of prejudice.

Anyway, pokoknya zaman sekarang hidup itu lebih sulit, karena segala sesuatunya semakin mudah.

Paradoks yang membingungkan sekaligus mengagumkan.